Selasa, 21 April 2009

TRAGEDI NEGERI SABA DI TANGGUL SITU CIGINTUNG

Saba adalah sebuah negeri yang memiliki peradaban gemilang di Yaman, sekitar abad ke 10 SM sampai menjelang akhir abad ke 2 SM. Sebuah negeri yang subur makmur gemah ripah loh jinawi, sehingga kiri kanan jalan dihiasi kebun-kebun buah yang nyaman, enak dilihat dan dinikmati. Sebuah negeri yang berdiri mewarisi negeri Mu’in dengan ibu kotanya di Ma’rib, yang sekarang terletak sekitar 200 kilometer kea rah Timur dari Sanaa’ ibu kota Yaman.
Ma’rib berarti air yang melimpah, karena di kota tersebut dibangun oleh kaum Saba sebuah bendungan raksasa yang mampu menampung milyaran meter kubik air. Awalnya negeri tersebut tandus, maka dengan dibangunnya bendungan Ma’rib dengan berbagai pintu air untuk saluran irigasi ke seluruh wilayah, telah mengubah negeri tersebut menjadi negeri yang subur makmur. Pemerintahannya juga mempunyai kebijakan yang strategis untuk memberikan subsidi gratis kepada rakyatnya yang mau menanam dengan menyediakan benih unggul dan pupuknya, sehingga seluruh masyarakat di negeri tersebut hidup serba berkecukupan.
Namun ketika Allah memerintahkan mereka untuk bersyukur, melalui seruan para Nabi yang diutus-Nya, mereka berpaling dan enggan untuk mentaati perintah tersebut. Mereka merasa bahwa kesejahteraan yang sekarang mereka rasakan semata-mata hanyalah hasil jerih payahnya, mereka merubah tanah yang tandus menjadi negeri yang subur makmur.
Maka kemudian Allah menurunkan azab-Nya di saat mereka hendak memanen hasil usahanya itu. Allah menurunkan hujan deras selama sepekan, sehingga air di bendungan Ma’rib meluap dan bendungan tidak mampu lagi menahan tekanan air yang sangat besar itu. Akhirnya bendungan raksasa itu pun jebol dan air bah melanda negeri Saba dengan dahsyatnya. Rumah-rumah, lahan dan harta benda mereka porak poranda oleh air jebolan, sehingga banyak nyawa penduduk melayang, sarana dan prasarana yang sudah dibangun selama ratusan tahun lalu itu hancur.
Kisah kaum Saba tersebut diabadikan oleh Allah dalam firman-Nya:

Q.S. Saba : 15-16

15. Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun".
16. Tetapi mereka berpaling, Maka kami datangkan kepada mereka banjir yang besar[1] dan kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr[2].
[1] Maksudnya: banjir besar yang disebabkan runtuhnya bendungan Ma'rib.
[2] pohon Atsl ialah sejenis pohon cemara pohon Sidr ialah sejenis pohon bidara.

Kisah kaum Saba ini merupakan peringatan Allah kepada orang-orang yang mengingkari-Nya, kepada orang-orang tidak mau bersyukur atas nikmat yang dianugerahkan-Nya.
Bila kita dibandingkan tragedi jebolnya bendungan Ma’rb dengan Situ Cigintung tidak jauh berbeda. Hendaknya dari kejadian jebolnya Situ Cigintung itu menjadi bahan evaluasi diri, apakah kita telah mensyukuri nikmat-nikmat Allah? Apakah perintah-Nya kita taati ataukah malah kita ingkari?
Pertanyaan tersebut bisa anda jawab sendiri.

Menurut penuturan sejumlah saksi mata, yang menjelaskan kronologi jebolnya tanggul Situ Cigintung, tragedi itu terjadi pada hari Jum’at pagi tanggal 27 Maret 2009, ketika adzan subuh berkumandang. Tanda-tanda akan jebolnya bendungan itu sudah dimulai sejak jam 10 malam dan sudah ada orang yang telah memperingati sebelumnya. Namun kebanyakan orang tidak sadar bahwa bencana akan menimpa, banyak diantara mereka yang ketika teragedi itu terjadi mereka masih terlelap tidur. Air bah itu menerjang apa saja yang dilaluinya dan menghanyutkan segalanya, kecuali sebuah mesjid tang tetap tegar berdiri kokoh, meskipun semua bangunan rumah di sekitarnya hancur luluh diterjang tumpahan air bah. Setelah seminggu kemudian, tercatat korban manusia sejumlah 100 orang yang tewas dan masih sekitar 100 orang lagi yang belum ditemukan.
Selain tragedi itu menelan korban, ternyata kerugian berupa materi, berupa ratusan rumah beserta isinya yang telah mereka bangun dan kumpulkan selama bertahun-tahun itu ludes dalam sekejap, yang tersisa tinggal puing-puing bangunan sisa hantaman air bah.
Sungguh tragedi yang memilukan, tragedi yang terjadi di masa kampanye legislative, sehingga banyak para elit politik berdatangan memberikan komentar belasungkawa dan memberikan bantuan kepada para korban yang selamat dan pencarian korban yang hilang, sekalian untuk mencari simpati masyarakat agar orang-orang memilih partai atau calegnya. Banyak diantara caleg tersebut manjanjikan proyek besar pembangunan kembali bendungan tersebut. Tapi, tidakkah para calon legislatif itu mau mengambil pelajaran dari kisah kaum Saba? Apakah mereka kenal dengan kisah kaum Saba, dan mau mengambil ‘ibroh darinya?
Tragedi Situ Cigintung itu jelas merupakan akibat dari kesalahan manusia, meskipun masih ada sebagian orang yang menganggap penyebab tragedi tersebut karena factor alam. Memang semuanya berjalan sesuai dengan ketentuan Ilahi, namun yang namanya takdir tidak akan terjadi tanpa campur tangan ulah manusia. Allah menurunkan musibah untuk memberi pelajaran kepada manusia yang telah banyak berbuat kerusakan di bumi agar mereka menyadari dan kembali pada kehidupan yang sesuai dengan aturan-Nya.
Hal ini telah ditegaskan dengan firman-Nya:
Q.S. Ar Ruum : 41-42

41. Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
42. Katakanlah: "Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang terdahulu. kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah)."

Sudahkah kita sadar dengan datangnya musibah di Negeri ini yang silih berganti? Yang setiap tahun datang, menimpa Negeri ini. Pertanda apa musibah itu bagi kita? Apakah itu cobaan? Teguran? Ataukah azab?

Sebelum terjadinya peristiwa jebolnya tanggul Situ Gintung, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah melakukan survey pada tanggal 8 Desember 2008 di situ tersebut. Bahkan jauh sebelumnya, masyarakat di sekitar Situ telah melaporkan kepada yang berwenang tentang kondisi situ tersebut, namun tidak ada tanggapan sampai tragedi itu terjadi. Saat survey BPPT mendapati sebagian pemukiman telah berkembang di badan Situ Cigintung, dimana beda ketinggian tanggul dengan perumahan di bawahnya mencapai 15 meter, serta menemukan adanya mata air dibawah tanggul yang merupakan tanda adanya kebocoran Situ.
Dari segi logika, memperlihatkan bahwa peristiwa tragedi Situ Cigintung adalah akibat dari kesalahan manusia yang telah merusak lingkungan, dan kelalaian manusia khususnya pihak yang berwenang yang tidak segera memperbaiki Situ tersebut juga kurangnya perhatian pemerintah terhadap prasarana itu, sudah dua tahun terakhir ini Situ Cigintung tidak mendapatkan perawatan yang maksimal, dua tahun yang lalu itu pun hanya sebatas peninjauan. Mengapa pemerintah baru berteriak ketika bencana telah terjadi? Dan mengapa juga pihak-pihak yang berwenang ini saling lmpar bola? Mengapa tidak sebelumnya membuat suatu tindakan guna mencegah terjadinya bencana? Padahal gejala-gejala ini sudah terlihat sejak tahun lalu. Tragedi ini terjadi bukan semata-maya karena alam akibat curah hujan yang sangat tinggi.
Banyak diantara manusia yang tidak mau bersyukur atas segala nikmat Allah yang telah dianugerahkan kepada mereka, sebagaimana kaum Saba yang diazab Allah akibat kesombongannya yang tidak mau bersyukur. Semoga tragedi Situ Cigintung ini menyadarkan kita semua, terlebih lagi buat pemerintah, agar segera memperbaiki diri untuk kembali ke jalan yang diridhao Allah, dan banyak bersyukur kepada-Nya. Semoga kita termasuk orang yang mensyukuri nikmat dari-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar